Senin, 11 April 2016

Undang-undang ITE no.11 tahun 2008



Permenkes 1171 tentang sirs

nama kelompok 5 : 
indah lestari 2014069
lendy rubynisari 201231238
uswatun fera



PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1171/MENKES/PER/VI/2011
 TENTANG SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang    

a.       Bahwa sesuai ketentuan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, setiap rumah sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan penyelenggaraan rumah sakit dalam bentuk sistem informasi manajemen rumah sakit
b.      Bahwa pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Rumah Sakit dilakukan dalam rangka meningkatkan efektifitas pembinaan dan pengawasan rumah sakit di Indonesia
c.       Bahwa yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1410/MENKES/SK/X/2003 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit (Sistem Pelaporan Rumah Sakit) Revisi V, tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada sehingga perlu disesuaikan
d.      Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Sistem Informasi Rumah Sakit
Mengingat       :
1.      Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)
2.      Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846)
3.      Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)
4.      Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072)
5.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit
6.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
7.      Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan


MEMUTUSKAN
Menetapkan    : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
(1)   Setiap rumah sakit wajib melaksanakan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
(2)   SIRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan penyajian data rumah sakit.
Pasal 2
(1) SIRS merupakan aplikasi sistem pelaporan rumah sakit kepada Kementerian Kesehatan yang meliputi :
a.       Data identitas rumah sakit
b.      Data ketenagaan yang bekerja di rumah sakit
c.       Data rekapitulasi kegiatan pelayanan
d.      Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat inap, dan
e.       Data kompilasi penyakit/morbiditas pasien rawat jalan
(2) Untuk dapat menggunakan aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rumah sakit wajib melakukan registrasi pada Kementerian Kesehatan
(3)  Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pencatatan data dasar rumah sakit pada Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan Nomor Identitas Rumah Sakit yang berlaku secara Nasional
(4)  Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara online pada situs resmi Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Pasal 3
Penyelenggaraan SIRS bertujuan untuk :
a.       merumuskan kebijakan di bidang perumahsakitan
b.      menyajikan informasi rumah sakit secara nasional, dan
e.       melakukan pemantauan, pengendalian dan evaluasi penyelenggaraan rumah sakit secara nasional.



Pasal 4
(1) Pelaporan SIRS terdiri dari :
a.       pelaporan yang bersifat terbarukan setiap saat (updated), dan
b.      pelaporan yang bersifat periodik.
(2) Pelaporan SIRS yang bersifat terbarukan setiap saat (updated) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan kebutuhan informasi untuk pengembangan program dan kebijakan dalam bidang perumahsakitan.
(3) Pelaporan SIRS yang bersifat periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
(4) Sifat pelaporan SIRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan.
Pasal 5
Pengisian laporan SIRS mengacu pada pedoman sistem informasi rumah sakitsebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 6
(1) Direktorat Jenderal Bina Upaya kesehatan bersama Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan SIRS di rumah sakit.
(2) Pembinaan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui bimbingan teknis pelaksanaan SIRS kepada rumah sakit Dan Dinas Kesehatan Provinsi.
(3) Pengawasan pelaksanaan SIRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan bersama- sama seluruh Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(4) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan efektivitas pelaporan SIRS, Direktorat Jenderal dapat memberikan penghargaan kepada rumah sakit maupun Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pasal 7
Pada saat Peraturan ini berlaku, semua rumah sakit yang sudah ada harusmenyesuakan dengan ketentuan yang berlaku dalam Peraturan ini, palinglambat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun setelah Peraturan ini diundangkan.


Pasal 8
Dengan berlakunya Peraturan ini, maka Keputusan Menteri Kesehatan Nomor1410/MENKES/SK/X/2003 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit (SistemPelaporan Rumah Sakit) Revisi V dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 9
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturanini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Minggu, 10 April 2016

tugas sirs online 1

UU no 82 tahun 2012 tentang ITE

nama kelompok 5 :
fera
indah
lendy rubynisari 201231238


BAB V
TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 52

(1) Tanda Tangan Elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas:
a. identitas Penandatangan; dan
b. keutuhan dan keautentikan Informasi Elektronik.

(2) Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi Elektronik merupakan persetujuan Penandatangan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditandatangani dengan Tandatangan Elektronik tersebut.

(3) Dalam hal terjadi penyalahgunaan Tandatangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh pihak lain yang tidak berhak, tanggung jawab pembuktian penyalahgunaan Tanda Tangan Elektronik dibebankan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik.

Pasal 53

(1) Tanda Tangan Elektronik yang digunakan dalam Transaksi Elektronik dapat dihasilkan melalui berbagai prosedur penandatanganan.

(2) Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah jika:
a. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penanda Tangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berlaku sepanjang Tanda Tangan Elektronik digunakan untuk menjamin integritas Informasi Elektronik.

Bagian kedua
Jenis Tanda Tangan Elektronik
Pasal 54

(1) Tanda Tangan Elektronik meliputi:
a. Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi; dan
b. Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi.

(2) Tanda Tangan Elektronik tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus memenuhi persyaratan:
a. dibuat dengan menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik; dan
b. dibuktikan dengan Sertifikat Elektronik.

(3) Tanda Tangan Elektronik tidak tersertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat tanpa menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik.

Bagian Ketiga
Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik
Pasal 55

(1) Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik wajib secara unik merujuk hanya kepada Penanda Tangan dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan.

(2) Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat oleh Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik.

(3) Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi ketentuan:

a. seluruh proses pembuatan Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik dijamin keamanan dan kerahasiaannya oleh Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik;
b. jika menggunakan kode kriptografi, Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik harus tidak dapat dengan mudah diketahui dari data verifikasi Tanda Tangan Elektronik melalui penghitungan tertentu, dalam kurun waktu tertentu, dan dengan alat yang wajar;
c. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik tersimpan dalam suatu media elektronik yang berada dalam penguasaan Penanda Tangan; dan
d. data yang terkait dengan Penanda Tangan wajib tersimpan di tempat atau sarana penyimpanan data, yang menggunakan sistem terpercaya milik Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik yang dapat mendeteksi adanya perubahan dan memenuhi persyaratan:

1. hanya orang yang diberi wewenang yang dapat memasukkan data baru, mengubah, menukar, atau mengganti data;
2. informasi identitas Penanda Tangan dapat diperiksa keautentikannya; dan
3. perubahan teknis lainnya yang melanggar persyaratan keamanan dapat dideteksi atau diketahui oleh penyelenggara.

(4) Penanda Tangan wajib menjaga kerahasiaan dan bertanggung jawab atas Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Bagian Keempat
Proses Penandatanganan
Pasal 56

(1) Pada proses penandatanganan wajib dilakukan mekanisme untuk memastikan Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik:
a. masih berlaku, tidak dibatalkan, atau tidak ditarik;
b. tidak dilaporkan hilang;
c. tidak dilaporkan berpindah tangan kepada orang yang tidak berhak; dan d. berada dalam kuasa Penanda Tangan.

(2) Sebelum dilakukan penandatanganan, Informasi Elektronik yang akan ditandatangani wajib diketahui dan dipahami oleh Penanda Tangan.

(3) Persetujuan Penanda Tangan terhadap Informasi Elektronik yang akan ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik wajib menggunakan mekanisme afirmasi dan/atau mekanisme lain yang memperlihatkan maksud dan tujuan Penanda Tangan untuk terikat dalam suatu Transaksi Elektronik.

(4) Metode dan teknik yang digunakan untuk membuat Tanda Tangan Elektronik paling sedikit harus memuat:
a. Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
b. waktu pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan
c. Informasi Elektronik yang akan ditandatangani.

(5) Perubahan Tanda Tangan Elektronik dan/atau Informasi Elektronik yang ditandatangani setelah waktu penandatanganan wajib diketahui, dideteksi, atau ditemukenali dengan metode tertentu atau dengan cara tertentu.

Pasal 57

(1) Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik dan/atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik wajib bertanggung jawab atas penggunaan Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik atau alat pembuat Tanda Tangan Elektronik.

(2) Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik dan Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik wajib menggunakan alat pembuat Tanda Tangan Elektronik yang menerapkan teknik kriptografi dalam proses pengiriman dan penyimpanan Tanda Tangan Elektronik.

Bagian Kelima
Identifikasi, Autentikasi, dan Verifikasi Tanda Tangan Elektronik
Pasal 58

(1) Sebelum Tanda Tangan Elektronik digunakan, Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik wajib memastikan identifikasi awal Penanda Tangan dengan cara:
a. Penanda Tangan menyampaikan identitas kepada Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik;
b. Penanda Tangan melakukan registrasi kepada Penyelenggara atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik; dan
c. Dalam hal diperlukan, Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik dapat melimpahkan secara rahasia data identitas Penanda Tangan kepada Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik lainnya atau Pendukung Layanan Tanda Tangan Elektronik dengan persetujuan Penanda Tangan.

(2) Mekanisme yang digunakan oleh Penyelenggara Tanda Tangan Elektronik untuk pembuktian identitas Penanda Tangan secara elektronik wajib menerapkan kombinasi paling sedikit 2 (dua) faktor autentikasi.

(3) Proses verifikasi Informasi Elektronik yang ditandatangani dapat dilakukan dengan memeriksa Data Pembuatan Tanda Tangan Elektronik untuk menelusuri setiap perubahan data yang ditandatangani.